Atase Perdagangan Washington D.C. bersama peserta Seminar |
Seminar yang bertujuan untuk menyosialisasikan pentingnya strategi meningkatkan hubungan masyarakat (Public Relations/PR) dan penjenamaan (branding) suatu produk untuk memasuki pasar Amerika Serikat (AS). Karena hingga saat ini AS merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia.
Dalam lima tahun terakhir (2019—2023), ekspor Indonesia ke AS terus meningkat dengan rata-rata sebesar 9,89 persen per tahun.
Pada 2023, total perdagangan kedua negara mencapai USD 34,52 miliar dengan nilai eksporIndonesia ke AS sebesar USD 23,25 miliar dan impor Indonesia dari AS sebesar USD 11,27 miliar. Dengan demikian, Indonesia surplus perdagangan terhadap AS sebesar USD 11,98 miliar.
Seminar yang berlangsung bersamaan dengan gelaran Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39 pada 9—12Oktober 2024, di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai (BSD), KabupatenTangerang, Banten, diikuti 50 peserta, didominasi pelaku usaha peserta TEI yang terdiri atas eksportir dan calon eksportir ke pasar AS.
Para narasumber saat menyampaikan paparan |
Atase Perdagangan Washington D.C. Ranitya Kusumadewi mengatakan, AS merupakan pasarkonsumen terbesar di dunia. Sebesar 29 persen belanja konsumen global berasal dari AS dengannilai USD 20,10 triliun. Dengan jumlah penduduk 330 juta jiwa dan pusat inovasi dunia, pasar AS sangatlah kompetitif.
“Keberhasilan menembus pasar AS akan memberikan posisi strategis untuk memasuki pasar-pasarlainnya. Untuk itu, penting bagi para pelaku usaha memahami strategi Public Relations danbranding yang tepat,” ujar Ranitya, seperti keterangan tertulis yang diterima Jumat(11/10).
Sementara Kuasa Usaha Ad-Interim (KUAI) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Wasington D.C. Ida Bagus Made Bimantara (Sade) menyampaikan, usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia perlu membangun branding untuk memasuki pasar AS, terutama dengan memanfaatkan momentum 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-AS tahun ini dengan berbagai Upaya penguatan kerja sama ekonomi kedua negara.
“AS kini sedang mencari sumber alternatif (sourcing alternatif) berbagai produk termasuk dariIndonesia. Oleh karena itu, perlu kita tangkap sebagai peluang,” jelas Sade.
Kepala Komunikasi PNTR Group Angga Hadi, selaku narasumber menjelaskan, pemasaran merupakan salah satu aspek penting dalam proses ekspor. Untuk itu, diperlukan strategi PR dan branding yang kuat dalam mencapai target pasar yang tepat,khususnya di era digital, kecepatan informasi, dan media sosial. Strategi tersebut di antaranya menekankan pentingnya mengidentifikasi tujuan dari brand yang akan dibangun, identitas visual,dan keunikan yang ingin dipasarkan.
“Branding ini bukan hanya sebatas nama dan logo, tetapi bagaimana membangun narasi yang ingindisampaikan terkait brand tersebut. Dalam membangun hal ini diperlukan pendekatan yang menyeluruh (holistic) antara tujuan brand, visual yang disampaikan, dan pelibatan pengguna(engagement) dengan audiensi,” jelas Angga.
Angga juga menekankan pentingnya komunikasi dan strategi yang dapat dilakukan untukmenembus pasar AS. Hal ini termasuk konten marketing, metode bercerita (storytelling), penentuan target audiensi, serta strategi komunikasi secara daring maupun interaksi secara langsung.
Selain itu, harus memperhatikan proses distribusi dan waktu penyampaian informasi. “Seluruh upaya danevaluasi yang dilakukan tersebut untuk mencapai tujuan brand dan membangun kepercayaan dari konsumen,” tutup Angga. (RBS)