Kantor Bersama Samsat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah UPT Pangururan |
Situmorang merupakan warga Harapohan Desa Lumban Suhi-Suhi Dolok Kecamatan Pangururan korban tindak pidana pemalsuan dan penggelapan dalam pengurusan surat-surat di Samsat Pangururan.
Situmorang menilai, publik menjadi lupa nasib ratusan korban yang dirugikan almarhum Bripka Arfan Saragih. Keadaan itu lantaran pihak keluarga almarhum Bripka Arfan menurutnya mengalihkan isu penggelapan uang wajib pajak jadi isu pembunuhan.
Situmorang menjelaskan awal kejadian. Pada Juli 2022 dia membeli 1 unit sepeda motor bekas, kemudian pergi ke kantor Samsat Pangururan 'membalik namakan' sepeda motor menjadi atas namanya.
Tiba di Kantor Samsat Pangururan, Situmorang bertemu petugas yang memang resmi di loket pembayaran, bernama Accong Tambunan komplotan Bripka Arfan.
Accong lalu meminta Situmorang datang 1 minggu kemudian dengan maksud setelah berkas selesai.
Acong dan Situmorang bertukar nomor telephone, dan kemudian Situmorang datang ke Samsat Pangururan.
"Ketika itu, aku dikasih lembaran yang judulnya bertuliskan Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB/SWDKLLJ DAN PKB atas namaku sendiri dan sebuah lembaran kertas kecil bertuliskan Dokumen Pengganti Blanko STNK,"kata Situmorang.
Acong memberikan jaminan sambil megatakan “nunga atas nama ni lae be kareta i da, alai molo STNK habis blangko jadi pengganti sementara majo hulean” (sudah atas nama lae sepeda motor itu ya, namun untuk STNK blangko lagi kosong, jadi pengganti sementara lah dulu kukasih ya”.
Lalu, kepada Acong Situmorang berkata “olo, lae, jadi songon dia BPKB na”(iya lae, namun bagaimana dengan BPKB nya) dan dijawab kembali dengan mengatakan “molo BKPB parpudi do i lae dohot plat na, agak leleng doi”(kalau BPKB belakangan nya itu lae sama plat nya, agak lama itu lae” dan dijawab Situmorang “oke lae” dan selanjutnya saksi permisi pulang.
Sebulan kemudian Situmorang menelpon Acong, dan jawaban yang dia dapat berkasnya belum selesai.
Hampir 2 kali dalam sebulan Situmorang menghubunginya baik melalui telephone dan juga bertemu secara langsung namun selalu diberikan jawaban yang sama dan bahkan pada sekira bulan Oktober 2022 saksi tidak bisa lagi menelponnya.
Lalu, pada 01 Februari 2023 Situmorang kembali ke Samsat Pangururan dan bertemu dengan Accong.
Accong pun menanyakan keberadaan suratnya, kepada polisi bermarga Turnip soal dokumen dan plat motor yang tak selesai sejak bulan Juli 2022.
Setelah dicek, ternyata, surat yang dia bayarkan berupa PKB/BBNKB/SWDKLLJ dan PKB atas namanya belum terdaftar atas namanya.
Bahkan, Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB/SWDKLLJ DAN PKB yang diserahkan Accong adalah palsu dan tidak benar.
Diketahui, Acong sudah kabur sejak bulan November 2022 dan Situmorang diarahkan datang melapor ke Polres Samosir. Sebagai warga yang taat pajak, Situmorang justru dikecewakan.
Untuk keperluan balik nama kendaraannya Situmorang dirugikan Rp 5.000.000,00.
Atas kasus ini, Situmorang berharap kasus penggelapan tersebut bisa terungkap secara terang benderang dan korban yang dirugikan tidak terbebani dua kali.
Sayangnya, menurut Situmorang isu yang terjadi di publik hanya penggiringan opini, almarhum mati karena pembunuhan.
Korban penggelapan pajak lainnya, Nekkon Naibaho (39) warga Pangururan turut mengeluh. Kasus penggelapan uang dilakukan Bripka Arfan dan rekannya, menurut Nekkon tertutupi karena keluarga almarhum membentuk opini publik seolah korban mati dibunuh.
"Sebaiknya terlebih dulu dikembalikan uang korban wajib pajak, barulah kemudian telusuri kematian Arfan Saragih. Jangan karena 1 orang, jadi terlupakan ratusan warga Samosir yang jadi korban penggelapan pajak,"tutur Nekkon.
Kepada wartawan, Nekkon mengatakan saat melakukan pengecekan aplikasi di Kantor Samsat Pangururan, baru mengetahui pajak kendaraan yang dia bayarkan selama 5 tahun tidak terekap.
Hal itu diketahui Nekkon pada 30 Januari 2023 saat hendak melakukan Pengurusan Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP.
Sayangnya, pada saat saksi melakukan proses pengurusan tersebut pada saat di Loket Pendaftaran di Loket 1 petugas Loket 1 mengatakan "Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP", dikatakan tidak asli.
Lalu Nekkon kesal dan menjawab "kenapa gak asli?". Lalu petugas loket mengatakan "ini tanda (sambil menunjukan Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP yang tidak memiliki Logo dan Nomor dari Surat Ketetepan Kewajiban Pembayaran tersebut)".
Lalu Situmorang menjawab "biasanya dalam pengurusan ini Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP yang asli diberikan kepada petugas Samsat".
Menjawab Situmorang, petugas Samsat mengatakan "sebentar pak (sambil pergi)" kemudian saksi pun menanyakan kepada petugas Samsat yang lain namun petugas samsat yang lain tersebut mengatakan bukan aku yang menangani itu lalu setelah itu saksi pulang ke rumah.
Nekkon mengalami pemalsuan dan penggelapan sejak 5 tahun terakhir.
Acong tidak memberikan Blanko Asli berupa Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Sura Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP.
Padahal, pada saat membayarkan wajib pajak, Nekkon telah melewati prosedur yang benar dan bukan melalui calo. tuturnya.
Adapun isi dari Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran PKB/BBNKB yang dipalsukan milik Nekkon Naibaho yakni, SWDKLLJ dan PNBP yaitu NOMOR REGISTRASI BB 1805 CA alamat, kendaraan Toyota Rush putih.
Total uang wajib pajak milik Nekkon Naibaho yang digelapkan dalam kasus ini mencapai Rp 37 juta selama 5 tahun. Belum lagi denda yang dibebani dan diberlakukan saat ini sebanyak Rp 17 juta lebih.
Berkaitan dengan langkah yang akan dilakukan, Nekkon bersama korban lainnya berpikir akan melakukan aksi dan menggugat secara perdata terhadap ahli waris terkait hak milik dari para para wajib pajak.
Sebagai salah seorang dari ratusan korban penggelapan uang Wajib Pajak, Nekkon mendukung penuh upaya Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman membongkar praktek penggelapan dana wajib pajak yang telah berjalan sejak tahun 2018.
Sejauh ini, Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman berupaya membongkar praktek penggelapan dana wajib pajak yang berlangsung sejak tahun 2018
Diketahui, lebih dari 300 wajib pajak merugi akibat perbuatan alm Bripka Arfan Saragih dan rekannya. Diperkirakan ada sekitar Rp 2,5 miliar uang wajib pajak tidak disetorkan, dan dokumen notes pajak dipalsukan
Sejauh ini, 3 orang terlapor telah ditahan di Mapolres Samosir dan sedang dalam proses pemeriksaan secara intensif.(Ung)