Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat Ir. H. Abdul Hadi Wijaya, M.Sc mengatakan, sesungguhnya undang-undang tentang tindak pidana kekerasan seksual itu masih belum selesai jadi peraturan tersebut mendahului undang-undang induknya.
"Padahal Peraturan Kementrian (Permen) yang levelnya itu sangat rendah dalam tata perundang-undangan ngeduluin undang-undangnya sendiri, ini sangatlah tidak etis," katanya.
Abdul Hadi menyatakan secara institusi Komisi I dan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat akan membuat pernyataan bahwa menolak semua bentuk kekerasan terutama terkait seksual konsen yang mengarah terhadap suka sama suka.
Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat H. Sadar Muslihat, SH menambahkan, adanya audiensi tersebut sebagai bukti nyata atas kegelisahan masyarakat Indonesia khususnya di Jawa Barat tentang Permen Kemendikbud Riset dan Teknologi No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Saya yakin reaksi dari Permen ini juga bukan hanya dari masyarakat Jawa Barat mungkin hampir di seluruh Indonesia," kata Sadar.
Menurutnya, objek yang menjadi sasaran Permen tersebut ialah perguruan tinggi yang notabene sebagai tempat mencetak calon-calon pemimpin bangsa dan dengan adanya peraturan tersebut menjadi multitafsir baik dikalangan masyarakat dan agama.
Sadar berharap, permasalahan ini dapat menjadi perhatian bapak Presiden Indonesia dan bagi masyarakat khususnya Dewan Dakwah Islamiyah tersebut harus berhati-hati dalam menyuarakan kritik melalui media sosial, pasalnya permasalahan ini harus disikapi secara bijak dan tidak mengundang ujaran kebencian.(Ter)