Jakarta.Internationalmedia.id.-Pemerintah, organisasi internasional, lembaga keuangan regional/global, dunia usaha dan korporasi, serta pilantropis perlu bahu membahu menyediakan dukungan finansial bagi upaya peningkatan dan percepatan pembangunan rendah karbon.
Pesan ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ir. Arifin Tasrif, pada acara webinar yang digelar secara hybrid, berjudul “Strengthening International Cooperation to Enhance Business Opportunities and Investment in Indonesia's Renewable Energy Development", yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri, berkeja sama dengan Kementerian Energi dan Mineral, Senin, 29 November 2021.
Menteri ESDM menekankan bahwa dukungan finansial dimaksud merupakan satu unsur penting berdampingan dengan penyusunan kerangka peraturan yang telah disusun pemerintah dalam bentuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL 2021 - 2030), Roadmap toward Net Zero Emission 2060, serta peraturan terkait carbon economy.
Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian A. Ruddyard menyampaikan bahwa Indonesia memerlukan investasi sebesar USD 70 miliar guna mencapai target 23% energi terbarukan pada 2025 sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014 dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017. Tanpa Investasi yang memadai tentunya akan mustahil mencapai target tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal International Renewable Energy Agency (IRENA), Francesco La Camera, berpartisipasi dari Abu Dhabi menyampaikan keynote speech yang pada prinsipnya menyepakati bahwa kerja sama internasional sangat diperlukan untuk mencapai target energi transisi termasuk oleh Indonesia, dan IRENA siap bekerja sama dengan Indonesia dalam upaya tersebut.
Panel diskusi dimoderatori oleh Direktur Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri, Hari Prabowo, dan menghadirkan narasumber Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya.
Head of Energy and Materials Platform/Member of the Executive Committee of the World Economy Forum, Roberto Bocca (bergabung dari Kantor Pusat WEF di Swiss), Wakil Ketua KADIN sekaligus APINDO, Shinta Kamdani, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, dan Pendiri Society of Renewable Energy (SRE), Zagy Berlian.
Para narasumber umumnya menyoroti keberadaan energi kita saat ini yang 92% masih berasal dari bahan bakar fosil. Sementara itu, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dapat dimaklumi bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan permintaan energi yang sangat besar.
Dewan Energi Nasional telah memproyeksikan bahwa permintaan energi akan tumbuh dengan laju 4,3% hingga 5% hingga tahun 2050. Dengan tren saat ini, permintaan energi akan berlipat ganda pada tahun 2030.
Sesi tanya-jawab yang dimoderatori oleh Pejabat Fungsional Diplomat yang tengah bertugas di PTRI ASEAN, Djatu Riyanda Primadini, menyepakati perlunya upaya berkesinambungan untuk mengangkat dan menunjukkan potensi-potensi Indonesia di bidang energi terbarukan, sehingga dapat menarik lebih banyak investor untuk menanamkan modalnya untuk mendorong laju transisi energi nasional.
Webinar ditutup oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, Kementerian Luar Negeri, Yayan GH. Mulyana, yang menggarisbawahi dukungan penuh Pemerintah Republik Indonesia pada pengembangan sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT), dan pentingnya untuk terus menggalang lebih banyak keterlibatan dan penguatan komitmen kerja sama internasional, termasuk calon-calon investor, serta masyarakat internasional, menuju optimalisasi pemanfaatan sektor energi terbarukan Indonesia.
Acara webinar dihadiri secara fisik oleh sekitar 100 orang peserta dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, dan sekitar 500 peserta yang mengikuti secara daring.(marpa)