Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja
Bandung.Internationalmedia.id.-Pemerintah Daerah (Pemda)
Provinsi Jawa Barat (Jabar) menargetkan jumlah balita stunting pada 2024 nanti
tersisa 14 persen.
Meski pandemi COVID-19 dikhawatirkan memengaruhi capaian,
Pemda Provinsi Jabar tetap berupaya melakukan percepatan penurunan stunting.
Demikian dikatakan Sekretaris Daerah Jabar Setiawan
Wangsaatmaja dalam pembukaan Penilaan Kinerja Kabupaten Kota dalam Pelaksanaan
Delapan Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Terintegrasi Provinsi Jabar Tahun
2021 yang diselenggarakan Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia (PPM)
Bappeda Jabar, Selasa (24/8/2021).
Setiawan mengatakan, penurunan prevalensi stunting di Jabar
dari 2013-2019 kurang lebih 9,1 persen dan rata-rata penurunan sebesar 1,51
persen per tahun. Pada 2019, Jabar ada di peringkat 11, lebih baik dari
rata-rata nasional.
Adapun tiga wilayah dengan prevalensi tinggi 30-40 persen itu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.
Sementara yang sesuai dengan ketetapan batas maksimal WHO yaitu di bawah
20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita hanya di tiga wilayah
yaitu Kuningan, Depok dan Kota Sukabumi.
“Pada tahun 2013, prevalensi angka stunting di Jabar itu
35,1 persen, kemudian pada tahun 2018 menjadi 31,1 persen dan tahun 2019 turun
menjadi 26,21 persen,”ujar Setiawan.
Menurut Setiawan, untuk mencapai target nasional 14 persen
diperlukan upaya akselerasi tidak hanya business as usual atau BAU.
Setiap tahunnya, Pemda Provinsi Jabar meningkatkan lokasi
prioritas stunting. Pada 2018, lokasi prioritas 13 kota/kabupaten, pada 2019
sebanyak 14 kota/kabupaten, pada 2020 sebanyak 20 kota/kabupaten, 2021
yakni 23 kota/kabupaten, hingga pada 2022 seluruh kota/kabupaten di Jabar
menjadi lokasi prioritas stunting.
Strategi percepatan penurunan stunting di Jabar, kata
Setiawan, yaitu delapan aksi konvergensi dan integrasi di daerah yang menjadi
instrumen dalam bentuk kegiatan.
Mulai dari rencana kegiatan, analisa kegiatan, rembuk
stunting, pengukuran dan publikasi stunting serta pembinaan KPM yang masing-masing instrumen
memiliki penanggungjawabnya seperti Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
“Selain itu juga untuk konvergensi percepatan penurunan
stunting dilakukan baik dari level pemerintah pusat, di mana terdapat 18
Kementerian lembaga berkontribusi dalam penurunan stunting dan sampai di level
desa,” ucapnya.
Setiawan menambahkan, upaya percepatan penurunan stunting
pun dilakukan melalui pendekatan multisektor. Hal itu tentu saja tidak terbatas
pada sektor kesehatan.
“Kalau kita melihat di sini, mulai dari kesehatan dan gizi,
air minum dan sanitasi. Kemudian pengasuhan dan PAUD, perlindungan sosial dan
ketahanan pangan,” ucapnya.
Lainnya, pelibatan multi-stakeholder yang merupakan satu pendekatan
pelibatan mulai dari dunia usaha, mitra pembangunan, media dan akademisi. “Kami
sudah menjabarkan dengan Bappeda cross-cutting program atau konvergensi
percepatan penurunan stunting yang terintegrasi,” ucap Setiawan.(Lys)