Oleh: Daddy Rohanady, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jabar
Andai jumlah terpapar covid-19 terus meningkat, dibutuhkan
banyak tempat untuk pasien dirawat. Andai rumah sakit sudah tak lagi bisa
menampung, dibutuhkan tempat yang lebih luas agar rakyat tak lagi bingung.
Menurut saya, dalam situasi seperti sekarang ini, Bandara
Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati bisa dijadikan pilihan. Bukankah
selama ini Jabar seolah kehilangan arah tentang fungsi BIJB Kertajati? Sekarang
ada kesempatan yang bisa dijadikan pilihan.
Mau digarap sendiri tak cukup modal, mau dikelola sendiri
tak punya otoritas. Jadilah bandara di Kabupaten Majalengka itu mati suri. Ada
hadiah hiburan yang diperoleh, yakni adanya penerbangan pesawat kargo. Itu pun
hanya seminggu sekali.
Pertanyaannya kemudian, apa manfaatnya sekarang untuk masyarakat
Jabar, khususnya masyarakat sekitarnya? Soal rencana untuk pemberangkatan haji
dan umroh tak lagi terdengar.
Tercapaikah mewujudkan BIJB Kertajati sebagai satu-satunya
bandara komersial di Jabar? Lalu, kapan BIJB Kertajati benar-benar akan menjadi
salah satu pengungkit roda perekonomian seperti yang dipikirkan para pendahulu?
Soal rencana dijadikan tempat maintenance, repair, dan
overhaul (MRO) pesawat TNI dan Polri juga masih butuh waktu untuk mempersiapkan
segalanya. Apalagi, pengalihan PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad.
Memidahkan kedua perusahaan itu bukan hal sederhana. Sekali lagi, butuh waktu
yang tidak sebentar.
Saat ini ada persoalan di depan mata. Jika benar butuh
tempat untuk mereka yang terpapar, saya kira, BIJB Kertajati bisa dimanfaatkan.
Memang, andai hal itu disetujui semua pihak terkait, pasti cukup banyak pasien
dari kabupaten seputar Kertajati bisa dilayani.
Sebut misalnya, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu,
bahkan Kabupaten dan Kota Cirebon. Bahkan, mungkin untuk pasien se-Jawa Barat.
Akses dari dan ke BIJB Kertajati relatif mudah, bisa lewat
Tol Cipali, bisa pula lewat jalan arteri Kadipaten-Jatibarang. Hal lainnya,
jika perawatan dilakukan di sana, pasti jauh dari menularkan kepada masyarakat
awam.
Jika melihat luasnya areal yang ada, BIJB Kertajati tidak
kalah luas dibanding banyak bandara lain yang ada di tanah air. Dengan luas
eksisting 1.040 hektare (dari total rencana 1.800 hektare), BIJB Kertajati
hanya dikalahkan Bandara Soekarno Hatta.
Dengan lahan seluas itu, BIJB Kertajadi bisa disulap menjadi
rumah sakit terluas di Indonesia. Luas lahan seperti itu memang jauh melebihi
luas RSUP manapun kalau toh mau dikembangkan. Bahkan masih sangat leluasa jika
di salah satu sudutnya dijadikan tempat pemakaman umum (TPU).
Daripada mubazir hanya untuk tempat swafoto atau rekreasi,
mungkin ini bisa jadi pilihan, tinggal support obat-obatan, alat-alat
kesehatan, dan tenaga kesehatan. Memang kedengarannya tak masuk akal, tapi ini
dunia yang memungkinkan segala sesuatu bisa terjadi.
Sebenarnya bukan tak masuk akal, tapi pasti terasa berat.
Biasanya memang berat untuk melangkah ke arah perubahan. Namun, gagasan ini
juga bukan satu-satunya pilihan. Saya hanya mencoba menawarkan pilihan. Itu pun
juka memungkinkan. Karena ada konsekuensi yang menyertainya, memang dibutuhkan
kajian lebih dahulu.
Konsekuensinya, andai pilihan itu disetujui, nanti kita
tidak akan lagi mengenal Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati
tetapi Rumah Sakit Jawa Barat (RSJB) atau Rumah Sakit Penyakit Menular (RSPM)
atau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertajati. Yang lebih penting, tinggal
kebijakan dan keikhlasan. Siapkah kita?.