Oleh:: Daddy Rohanady Anggota DPRD Jabar
Banyak
konsekuensi logis atas pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang
Cipta Kerja. Undang-undang yang lebih dikenal sebagai Omnibus Law dan kerap
disingkat menjadi UUCK tersebut di Provinsi Jawa Barat sangat luas pengaruhnya.
Menjelang
pemberlakuan UUCK Pemprov Jabar telah merancang Perda Omnibus Investasi dan
Kemudahan Berusaha. Di tingkat Provinsi Jawa Barat, penerapan UUCK setidaknya
berkonsekuensi logis pada 49 peraturan daerah.
Sebanyak 29
perda harus diubah, 4 perda harus dicabut, 2 perda harus diintegrasikan, dan
harus dibuat 14 perda baru. Itu berdasarkan kajian kawan-kawan di Biro Hukum
Pemprop Jabar.
Pemberlakuan
UUCK memang berdampak sangat luas. Bahkan, di tingkat kabupaten/kota
pengaruhnya lebih luas lagi. Di Kota Bogor misalnya, meskipun masih berdasarkan
kajian sementara, pemberlakuan UUCK berdampak pada sekitar 110 perda yang ada.
Demikian
juga dengan sekian banyak perda di kabupaten/kota lainnya yang pasti terdampak.
Terkait
rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat ada hal yang menarik.
Hingga hari
ini Jawa Barat masih berpegang pada Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Sebenarnya
sudah ada dua kali panitia khusus yang dibentuk di DPRD Provinsi Jabar untuk
melakukan perubahan perda tersebut.
Pertama,
tahun 2017. Waktu itu pansus hanya bekerja dalam waktu 3 hari. Awalnya pansus
ini hanya diberi tugas membahas satu pasal, yakni pengalihan lokasi pelabuhan
dari Cilamaya (Kabupaten Karawang) ke Patimban (Kabupaten Subang).
Memang
lokasi kedua daerah itu masih sama-sama di wilayah pantura. Akan tetapi, banyak
hal yang menjadi dampak ikutannya.
Meskipun
demikian, pansus tetap menyelesaikan tugasnya. Sekali lagi, saya perlu
tegaskan, hanya dalam 3 hari. Kemudian sejak akhir tahun 2019 hingga mendekati
penghujung 2019 ada lagi pansus di DPRD yang juga membahas Raperda tentang
Perubahan RTRW Provinsi Jabar Tahun 2009-2029.
Pansus sudah
menyelesaikan tugasnya. Sayangnya, hingga masa jabatan DPRD periode 2014-2019
berakhir, evaluasi di Pusat tak kunjung usai. Pada tahun 2020 tupoksi
penanganan RTRW dialihkan dari Bappeda ke Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang
Provinsi Jabar. Namun, proses akselerasi pun berjalan seret.
Kini ada
UUCK yang salah satu amanatnya adalah menggabungkan Perda RTRW dan Perda Nomor
Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Perda
RZWP3K mengatur rencana zonasi wilayah laut dari bibir pantai hingga 12 mil
laut. Memang perda tersebut sudah ditetapkan menjadi lembaran daerah. Namun,
kini UUCK harus melebur kedua perda tersebut.
Beberapa
poin rencana perubahan substansi dalam Ranperda RTRW Provinsi Jawa Barat adalah
sebagai berikut.
1. Penetapan menjadi Perda RTRW Provinsi
Jawa Barat Tahun 2021–2041.2. Perubahan sistematika batang tubuh dan indikasi
program sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penyusunan Rencana Rata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten,
dan Kota.3.
Penggunaan basis data dalam penyajian peta yang tersinkronisasi antara
raperda dan album peta sesuai Permen sesuai Permen ATR/BPN No. 14/2021 tentang
Basis Data.4. Ruang lingkup mencakup wilayah ruang darat dan laut (integrasi
dengan RZWP3K).5. Rencana Struktur Ruang:a. Sistem perkotaan: penambahan 1 PKW
(PKW Patimban) dan 3 PKL (PKL Cipunegara, PKL Pabuaran, PKL Patrol).b. Sistem
jaringan prasarana : mencakup muatan jaringan prasarana di wilayah darat dan
laut, mengakomodir infrastruktur strategis sesuai dengan peraturan dan
keputusan kementrian terkait.6. Rencana Pola Ruang:a. Kawasan lindung:- Kawasan
lindung dengan spesifikasi hutan sesuai SK penetapan kawasan hutan terbaru
yaitu SK KLHK No.9404 Thn 2019- Kawasan Rawan Bencana dan Resapan Air tidak
lagi menjadi pola ruang Kawasan Lindung, melainkan merupakan ketentuan khusus
(sesuai Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2021 tentang Basis Data).
2. Kawasan Budidaya:- KP2B dalam peta
rencana pola ruang merupakan bagian dari Kawasan Pertanian, bersama dengan
kawasan perkebunan dan kawasan pertanian non KP2B. Luasan KP2B tercantum dalam
Ketentuan Khusus seluas 722.042 hektare, sesuai Berita Acara kesepakatan dengan
kabupaten/kota pada November 2020.-
Kesepakatan Bersama antara rencana pengembangan dan rencana
Kabupaten/Kota untuk KPI dan KP2B.7. Kawasan Strategis Provinsi:Menggabungkan
KSP Patimban, KSP Mundu-Losari, dan KSP Kertajati Aerocity menjadi KSP Jawa
Barat Bagian Utara.8. Arahan Muatan Pemanfaatan dan Pengendalian disesuaikan
dengan UU No.mor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.Memuat aturan
tentang Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR): (a) KKPR darat mengacu
pada PP 21/2021 (b) KKPR laut memuat aturan RZWP3K.9. Perubahan nomenklatur
TKPRD menjadi forum penataan ruang sesuai PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Itulah
sekelumit gambaran apa saja yang akan diubah terkait RTRW Provinsi Jawa Barat
dalam waktu dekat. Jika dalam waktu 2-3 bulan tidak ada kesepakatan antara
Pemprov Jabar dan DPRD Jabar dalam menetapkan perda RTRW yang baru, Pusat akan
mengambil alih penyelesaiannya.
Artinya,
kebijakan Provinsi Jabar terkait penggabungan RTRW dan RZWP3K ditentukan oleh
Pusat dan harus ditandatangani oleh kepala daerah, yakni Gubernur Ridwan Kamil.
Andai saja
yang terjadi kemudian adalah Pusat mengambil alih revisi perda penggabungan
perda RTRW dan RZWP3K, tidakkah itu berarti bahwa pemerintahan Jawa Barat
(Gubernur dan DPRD Provinsi Jabar) dianggap tidak mampu menyerap kebijakan
Pusat? Padahal perda Provinsi Jawa Barat akan menjadi rujukan untuk perda-perda
di tingkat kabupaten/kota.
Apakah hal
tersebut juga menjadi simbol pengambilalihan --kalau tak boleh dibilang
amputasi-- fungsi legislasi DPRD Provinsi Jabar? Padahal sejak 2020, fungsi
penyusunan anggaran (budgeting) DPRD sudah pula teramputasi dengan refocusing
kegiatan dan realokasi anggaran yang hasilnya baru diinformasikan kemudian.
Bila itu
terjadi, maka ada benarnya jika ada kawan yang meplesetkankan DPRD = Dinas
Perwakilan Rakyat Daerah.