Oleh:
Daddy Rohanady (Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD
Provinsi Jawa Barat)
Tersebutlah sebuah bandara
Kertajati namanya
Bandara itu terdapat di Majalengka
Seribu delapan ratus hektare target luasnya
Karena satu dan lain hal
Pembangunannya pun terganjal
Banyak pihak menjadi kesal
Maka semua rencana awal pun terpental
Konon kabarnya untuk pergi haji
Tapi janji tinggal janji
Haji dan umrah batal lagi
Lalu mau apa lagi
Demikianlah gambaran nasib BIJB Kertajati dalam
sebuah sajak singkat.
Hingga hari ini pembangunan Bandara Internasional
Jawa Barat (BIJB) Kertajati belum juga tuntas. Presiden sudah menetapkan nasib
bandara yang lahannya sudah dibebaskan 1.040 hektare oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Barat tersebut.
BIJB Kertajati menjadi tempat maintenance, repair,
dan overhaul (MRO) pesawat TNI/Polri, pemberangkatan haji dan umrah, serta
tempat relokasi PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad.
Sebulan sebelumnya, BIJB Kertajati sempat dijadikan
sebagai bandara pengiriman kargo. Meskipun hanya menerbangkan pesawat kargo
seminggu sekali, ini seolah menjadi angin segar soal arah pemanfaatan BIJB
Kertajati.
Ternyata, menurut seorang pengamat kedirgantaraan,
menjadikan BIJB Kertajati sebagai tempat perawatan pesawat atau maintenance,
repair, dan overhaul saja membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Optimalkah itu? Jelas tidak.
Solusi
Kondisi terkini BIJB Kertajati membutuhkan solusi.
Sejatinya BIJB Kertajati diharapkan menjadi salah satu pengungkit roda
perekonomian Jawa Barat. Namun, itu hanya mimpi.Sudah sejak awal disadari,
Kertajati mustahil berdiri sendiri.
Untuk itu butuh dukungan sarana dan prasarana lain,
semisal rumah sakit, hotel yang tidak terlalu jauh --lebih ideal lagi kalau
dilengkapi dengan pusat perbelanjaan dan fasilitas lain layaknya sebuah bandara
bertaraf Internasional.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi ragu karena
otoritas keandarudaraan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Hal itu memang
tidak tertuang secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. Di dalam UU tersebut hanya tertera tiga tanda hubung
terkait kewenangan pemprov tentang kebandarudaraan.
Di sisi lain, Jabar tentu tidak menginginkan
investasi yang sudah dikeluarkan menjadi sia-sia. Masalahnya sekarang, mau
diapakan bandara seluas itu. Oleh karena itu, mengingat berbagai kondisi
tersebut BIJB tetap membutuhkan solusi.
Legacy
BIJB Kertajati bisa menjadi warisan atau peninggalan
untuk anak cucu kita. Namun, kalau BIJB ingin dinilai bermanfaat, jangan
jadikan itu hanya tempat keramat. Apalagi kalau yang terjadi hanya mudharat.
Kita semua berharap BIJB Kertajati
dinikmati oleh rakyat. Pasti bukan hanya rakyat Jawa Barat.
Oleh karena itu, siapa pun yang punya kuasa, rakyat
pasti berharap berbuatlah yang ia bisa. Siapapun agar bersuara dan berusaha
agar semua merasa kehadirannya berguna untuk semua
Prasasti
Jika melihat situasi yang berkembang beberapa waktu
lalu, tampaknya ada arah yang sempat melenceng cukup jauh. BIJB Kertajati
seolah hanya menjadi sebuah prasasti. BIJB Kertajati hanya menjadi tempat studi
tour, mungkin lebih tepat lagi menjadi salah satu destinasi wisata. BIJB
Kertajati pun seolah mati suri.
Kalau melihat dasar hukumnya, memang itu menjadi ranah Pusat. Namun sekali lagi, kiranya tidak berlebihan jika rakyat Jabar berharap agar Pemerintah Pusat membantu percepatan pembangunan dan mengoptimalkan pengoperasian BIJB Kertajati.
Kertajati mestinya menjadi salah
satu pengungkit roda perekonomian Jabar. Seperi yang kerap kali disampaikan
anggota DPR RI asal Jabar Mulyadi, Kertajati hendaknya jadi solusi, bukan
legacy, apalagi prasasti.
Aamiin ya robbal alamin.