Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratamo
Jakarta.Internationalmedia.id.-Indeks Inklusi
Keuangan Indonesia termasuk yang terendah di antara negara ASEAN. Pada 2019,
Indeks Inklusi Keuangan Indonesia tercatat sebesar 76%. Sementara negara ASEAN
seperti Singapura sudah mencapai 98%, Malaysia 85%, dan Thailand 82%. Indonesia
harus mengejar ketertinggalan ini.
Hal itu disampaikan Duta Besar RI untuk Singapura,
Suryo Pratamo dalam sambutan di webinar Digital and Fintech Opportunities for
Indonesia and Singapore (30/06/2021), yang diselenggarakan oleh Singapore
Business Federation (SBF).
“Sekitar 80% industri digital Indonesia termasuk di
sektor fintech lebih banyak berkembang di Jawa dan Sumatera. Padahal potensi
ekonomi digital termasuk industri fintech
di Indonesia masih sangat besar, termasuk di wilayah timur Indonesia,”
tegas Dubes Tommy.
Menurut Dubes Tommy, pembangunan infrastruktur untuk
menunjang industri fintech di Indonesia tidaklah mudah. Sebagai sebuah negara
kepulauan yang luas, dibutuhkan investasi yang besar untuk membangun
infrastruktur tersebut.
Tantangan yang lain, tingkat literasi keuangan
digital Indonesia juga masih rendah, hanya 35,5%. Padahal Indonesia memiliki
jumlah pengguna ponsel terbesar kedua dunia, tetapi hanya sedikit yang
menggunakan ponselnya untuk tujuan produktif. Bahkan hanya 31,26% orang yang
telah menggunakan layanan digital, 8% akrab dengan e-money (uang elektronik).
Sepanjang 2020 transaksi yang dilakukan secara
online diperkirakan mencapai Rp 201 triliun. Penyaluran pendanaan melalui
perusahaan fintech menyentuh Rp 155,9 triliun, naik hingga lebih dari 90%
dibandingkan tahun sebelumnya.
Webinar ini diikuti lebih dari 140 peserta dari
kalangan industri fintech Singapura dan Indonesia. Dubes RI Singapura juga
berharap perusahaan-perusahaan fintech dapat ikut mendorong literasi fintech
masyarakat Indonesia dan membantu integrasi para pelaku bisnis terutama dari
UMKM ke jaringan ekonomi digital.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Group
Inovasi Keuangan Digital dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Triyono Gani
memaparkan lanskap perkembangan fintech di Indonesia dan kerangka peraturan
atau perijinan bagi perusahaan fintech di Indonesia.
Pembicara lain yang berpartisipasi dalam webinar ini
adalah Yong Sheng Le dari Monetary Authority of Singapore, yang memaparkan
ekosistem pengembangan industri fintech di Singapura dan sejumlah dukungan
teknis, serta pendanaan dari pemerintah Singapura untuk pengembangan startup di
sektor fintech Singapura.
Ada juga pembicara lainnya, yaitu Terrece Oh dari
Western Union, Edwin Kusuma dari Finantier Technology Indonesia, Kelvin Teo
dari Modalku, dan Rolly Lahagu dari Standard Chartered Bank yang menyampaikan
pandangan mengenai pengalaman mereka dalam mengembangkan perusahaan, dan upaya
mereka memfasilitasi inklusi para pelaku bisnis ke dalam platform mereka.
Business Times Singapura mencatat, sepanjang 2020
sedikitnya ada 173 persetujuan investasi dengan nilai total sekitar 4,4 milyar
dollar AS (sekitar Rp. 64 triliun) yang banyak menggunakan Singapura sebagai
pintu masuk investasi-investasi tersebut.
Perusahaan modal ventura global seperti Kearney dan
Alpha JWC juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan terus
menguat hingga sedikitnya ke tingkat 50% dalam waktu 5 tahun ke depan. Selain
dari sisi investasi, menguatnya industri digital Indonesia tersebut juga
didukung oleh semakin tumbuhnya kelas menengah di Indonesia.(lysmar)