Oleh: Happy Marpaung
Sejatinya terminologi Quo Vadis ini merupakan sebuah
adaptasi dari kalimat yang terkenal
didunia kekristenan, adalah
kalimat pertanyaan Simon Petrus kepada
Tuhan Yesus saat dia melarikan diri dari Roma.
Tuhan Yesus menjawab bahwa dia akan pulang ke Roma
untuk disalibkan kedua kali dan Simon
Petrus terhenyak sadar serta diapun
balik ke Roma kemudian ditangkap dan disalibkan terbalik.
Kalimat ini
menggugah kita pada iman agar
percaya penuh kepada Tuhan Yesus juru selamat yang selalu setia
mendampingi umatNya .
Barangkali inilah latar belakang komunitas Bisukma sebuah LSM yang mengabdikan diri untuk kepentingan pembangunan Tapanuli Utara yang secara serius menengarai kota Tarutung perlu dikembalikan pada posisi pathnya sebagai kota rohani yang konsisten.
Bukanlah eksodus pada kota sekuler sehingga perlu
melibatkan banyak pakar pariwisata serta kerohanian yang terpanggil untuk bicara pada sesi webinar baru-baru ini di Tarutung.
Kalimat
pertanyaan Quo vadis yang
dipakai memang bermuatan spektrum keillahian
namun bisa ditanggap bahwa
kota Tarutung adalah Destino atau
Destiny yang dalam bahasa nomenklatur Alkitab ialah tujuan hidup dan dapat
diasosiasikan saat ini sebagai
destinasi.
Namun kalaupun Tarutung beralasan dikembangkan
menjadi kota Destinasi wisata rohani
yang lumrah disebut sebagai
Pilgrimage Tourism maka tentu
hal itu berkaitan erat dengan beberapa
hal krusial untuk dikaji
dalam setting sistem kepariwisataan yakni pertama dari
aspek Atraksi yang sejatinya
selaras dan konsisten ditawarkan sebagai primadona(highlight).
Tarutung yang sarat menyimpan banyak harta terpendam
yang unik, luar biasa dan asli yakni kisah klasik historis dengan bukti situs penyebaran
kekristenan yang diparkarsai Ephorus pertama
Nomensen di tanah Batak berdiaspora
keseluruh dunia telah menjadi kota legendaris yang menarik.
Situs
tersebut dapat dipetakan dalam
betuk spoting itenarary dan sebaiknya konsisten bahwa pengembangkan daerah objek
dan daya tarik tersebut didesain dari
paragmen Alkitabiah memberikan ilustrasi yang
memperkaya rohani kekristenan.
Foto: Happy Marpaung bersama Pengurus Gereja Odenbuhl (Negara Bagian Jerman),
gereja yang dilayani Nomensen di pulau Norstrand
Daerah
marjinal penyangga didesain misalnya saja Dolok Martimbang sebagai
bukit Golgata akan memperkaya
image paket tur yang ditawarkan sebagai kota ziarah serta dalam kegiatan yang
memperkaya pengalaman yang kelak dibuatkan calendar of event.
Dalam segi penataan wilayah resor sebaiknya menyodorkan
objek dan daya tariknya yang dapat dihasilkan oleh alam serta buatan manusia dimana ekspektasi wisatawan dapat melakukan kegiatan
yang menarik(atractif).
Dengan demikian, mereka dapat singgah lebih lama
(length of stay) dan tingkat huni kamar (occupancy room) dan turn over dari
restoran serta spend the money akan meningkat memberikan benefit kepada
lingkungan ialah berupa multiflier effect serta trickle down effect direct.
Inilah dampak yang luar biasa dalam industri
kepariwisataan dalam skala ekonomi berkerakyatan.
Penataan dengan pilihan Itenerary inilah yang kelak menjadi produk yang dijual dalam bentuk paket tur (Tour
pakage) dan ditawarkan
di bursa Industri Kepariwisataan dunia seperti Tourim Borse di Jerman
dan lainnya sebagai pariwisata khusus.
Pemerintah daerah Tapanuli Utara dapat bekerjasama
dengan Akademi Pariwisata ULCLA Tarutung, satu satunya Akademi Pariwisata unggulan
dikawasan SUMUT Barat yang dirancang untuk memberdayakan sumber manusia
lokal menawarkan mata kuliah Tour and
Travel pakage serta kajian Tourguiding akan menolong Pemkab Tapanuli Utara
membenahi desain itenarary produk yang ditawarkan Tapanuli Utara.
Yang kedua ialah aspek Aksesiblitas, yakni kemudahan
yang ditawarkan untuk dapat mencapai spot itinarry dengan mudah berupa jalan
interkoneksi dan armada bus angkutan
publik secara regular khususnya week end dan sarana shuttle bus yang memadai.
Jalan yang menghubungkan daerah kantong wisatawan
dari Parapat, Samosir serta Sibolga dengan spot wisata yang ditawarkan termasuk
desa wisata yang di unggulkan memenuhi minat wisatawan menyaksikan kehidupan
sehari hari dan seni budaya Tapanuli.
Yang ketiga ialah aspek Amenities berupa fasilitas
yamg dibutuhkan wisatawan berupa akomodasi seperti homestay yang disediakan di
desa wisata sehingga wisatawan dapat tinggal bersama memahami budaya lokal sebagai kegiatan yang membuat betah untuk
tinggal lama (length of stay).
Pusat Kesenian Batak, Galerry, museum etnik dan cafe
serta seni kuliner tradisional menjadi
lawatan wajib para wisatawan.
Yang keempat ialah Political Will Pemkab Taput yang
mendasarkan kebijakan pengembangan dalam bentuk Perda dan Ripparda menjadi dasar hukum normatif perancangan
pembangunan di Kabupaten Taput menjadi
terarah dan terjamin,
Yang kelima yang juga perlu ialah Host Hospitalitas
yakni kesadaran masyarakat lokal untuk menyambut wisatawan yang membutuhkan keamanan
serta ketertiban yang dewasa ini telah diformat secara global menjadi sebuah
kode etik kepariwisataan dunia yang harus dipahami seluruh stake holder.
Adapun konsep krusial kebijakan pembangunan kepariwisataan di wilayah Taput menjadi bermanfaat dan terarah para Akademisi
melihatnya dari sisi postulat teori.
Perlu disadari para pemegang otoritas bahwa
impact pengembangan memiliki dua
sisi secara empiris yakni benefit
dan disbenefit.
Dua teori dan satu filsafat sebagai draft akademik (academic draft) tersebut
mengarahkan kebijakan pengembangan kepariwisataan dengan mengandalkan teori Sustainable of tourism development yang mendasarkan pemahaman bahwa prioritas pembangunan kepariwisataan
harus berbasis pada program kelestarian lingkungan(environment
conservation/Green Tourism).
Manfaat untuk masyarakat lokal dan pelaksanaan harus
menyertakan peran masyarakat pribumi
serta perduli dengan living law (kebijakan lokal) seperti bius dan horja .
Teori lain yang mampu menjelaskan perspektif serta
cakrawala pengembangan ialah teori
sosial Struktural functional yang mendalilkan bahwa basis pembangunan
kepariwisataan di kawasan Tapanuli Utara dapat dikembangkan dengan memanfaatkan
sinergitas dengan masyarakat lokal sebagai mitra (stake holders)
bersimbiosis mutualistic termasuk didalamnya adalah komunitas kerohanian dan
akademisi.
Artinya program pembangunan kepariwisataan dilakukan di wilayah Taput adalah dengan penyertaan peran masyarakat
banyak.
Masyarakat Tapanuli Utara akan mendapatkan peluang bisnis dan dengan sendirinya akan
meningkatkan PAD. Ini sangat bagus meraih kesejahteraan masyarakat di wilayah
Tapanuli Utara.
Kebutuhan pemahaman Filsafat Pariwisata dalam konsiderans
hukum positif untuk mendesain Perda dan
Ripparda akan mengarahkan mindset kita bahwa
produk oriented lebih bernilai dari pada market oriented serta harmoni
kutub eksplorasi seimbang dengan kutub maintennas.
Hal ini yang menjadi dasar pemahaman akan
pembangunan kepariwisataan ideal yang berbasis pada etika, estetika dan
ekosistem dan serta penataan kawasan wisatapun yang dikembangkan di Kabupaten
Taput akan terarah pada keseimbangan dan berkelanjutan.
Perlu pula dipahami pembangunan pariwisata tidak
seperti makan cabe rawit, begitu dimakan dan terasa pedsnya.Untuk menjadikan
kawasan destinasi mendapatkan cap branded perlu waktu dan kesabaran.
Happy Marpaung adalah:
Dosen Akademi Pariwisata ULCLA Tarutung
Wartawan Senior di Bandung
Penulis buku Dasar Kepariwisataaan yang pertama di
Indonesia
Mantan Direktur Program Pascasarjana Departemen Kepariwisataan RI
Dosen di program Doktor UNPAD, Studi pembangunan ITB, USU serta Unpar
Bandung
Nara sumber Pemerintah tentang UU Kepariwisataan di komisi X DPRRI
Mendapat
Lencana Emas Kesetiaan XXX tahun dari Presiden Jokowi.
.