0leh: Daddy Rohanady
"Jalan mantap ekonomi lancar," kalimat ini pernah
menjadi moto Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Jabar. Kala
itu nama organisasi perangkat daerahnya masih Dinas Bina Marga. Secara
filosofis, menurut hemat saya, moto tersebut sangat baik.
Sangat mudah dipahami memang. Andaikan semua jalan
yang ada tergolong mantap, bisa dipastikan pergerakan orang dan barang akan
berjalan lancar. Dengan adanya pergerakan orang dan barang yang berjalan lancar
tersebut tentu akan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang baik pula.
Pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat.
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum (1992)
mengklasifikasikan kondisi jalan sebagai berikut. Pertama, jalan
dengan kondisi baik adalah jalan dengan permukaan perkerasan yang benar-benar
rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan.
Kedua, jalan dengan kondisi sedang adalah jalan
dengan kerataan permukaan perkerasan sedang, mulai ada gelombang tetapi tidak
ada kerusakan permukaan. Ketiga, jalan dengan koondisi rusak ringan adalah
jalan dengan permukaan perkerasan sudah mulai bergelombang, mulai ada kerusakan
permukaan dan penambalan kurang dari 20 dari luas jalan yang ditinjau.
Keempat, jalan dengan kondisi rusak berat adalah
jalan dengan permukaan perkerasan sudah banyak kerusakan seperti bergelombang,
retak-retak buaya, dan terkelupas yang cukup besar 20-60 dari ruas jalan yang
ditinjau disertai dengan kerusakan lapis pondasi seperti amblas, sungkur, dan
sebagainya.
Jalan mantap diartikan jalan yang kondisinya baik
dan rusak ringan. Adapun jalan yang rusak sedang dan rusak berat digolongkan
sebagai jalan yang tidak mantap. Ada setidaknya 21 kriteria soal kemantapan
jalan, yang pedoman penghitungannya tertuang dalam SE Menteri PUPR nomor
19/SE/M/2016 tanggal 11 Oktober 2016 Tentang Penentuan Indeks Kondisi
Perkerasan (IKP).
Kemantapan jalan merupakan salah satu indikator
kinerja utama (IKU) dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
Target setiap tahunnya sudah tertera di sana secara eksplisit.
Dari target tersebut kemudian diturunkan menjadi
indikator kinerja dinas (IKD) yang setiap tahunnya kemudian dituangkan dalam
rencana kerja pemerintah daerah (RKPD).
Semua target tersebut tentu berkaitan dengan
dukungan anggaran. Hal itu merupakan konsekuensi logis yang tak bisa dihindari.
ini juga berkaitan dengan umur rencana jalan.
Dari seluruh ruas jalan Provinsi Jabar, umur
rencananya mayoritas sudah habis. Butuh biaya yang sangat besar untuk
pemeliharaannya. Apalagi kalau ingin melakukan peningkatan kualitasnya.
Artinya, tanpa dukungan anggaran yang memadai,
target-target dalam RPJMD tinggallah target semata. Demikian pula halnya dengan
target kemantapan jalan.
Melihat target kemantapan jalan yang terus
meningkat, dari tahun ke tahun mestinya ada kenaikan anggaran yang
diperuntukkan untuk itu. Namun, semua pihak juga pasti mafhum, dalam kondisi
pandemi seperti ini tidak mungkin melakukan dukungan anggaran untuk sektor ini
secara maksimal. Ada sektor kesehatan yang perlu mendapat perhatian lebih.
Namun, sesungguhnya perhatian ke sektor jalan merupakan
salah satu hal yang bisa jadi akan memberi multiflier efect, salah satunya
tentu saja recovery ekonomi.
Di sisi lain, masyarakat selalu menginginkan jalan
mantap. Bahkan, bila perlu 100 persen jalan. Mereka tidak mau tahu apakah itu
jalan nasional, jalan provinsi, atau jalan kabupaten/kota.
Bahkan, jalan desa sekalipun. Mereka mau jalan yang
dilalui adalah jalan yang tidak berlubang, tidak tergenang air, tidak
bergelombang. Intinya jalan yang diinginkan adalah jalan yang mulus.
Padahal secara keseluruhan di Jawa Barat ada
1.789 km jalan nasional, 2.360 km jalan provinsi, dan sekitar 32.000 km
jalan kabupaten/kota. Belum lagi kalau kita hitung panjang jalan desa.
Intinya, masyarakat menginginkan perjalanan mereka
lancar. Sebenarnya, tuntutan tersebut sangatlah manusiawi. Hak masyarakat pula
untuk mendapat pelayanan prima dari negara --yang salah satunya berupa
tersedianya jalan mantap.
Masalahnya adalah fiscal gap menganga begitu besar.
Perbedaan antara dana yang dimiliki dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan
sangatlah besar. Pemerintah tidak cukup uang untuk membuat semua jalan yang ada
menjadi mantap. Bahkan, ketika Pemprov Jabar sudah berutang Rp 4 triliun pun
kondisinya belum "menolong" kondisi kemantapan jalan yang ada secara
signifikan.
Khusus soal target angka kemantapan jalan, hal itu
sudah direvisi inheren dalam RPJMD Jabar terbaru. Akan tetapi, saya khawatir
angka tersebut tetap tidak akan tercapai mengingat akan ada refocusing lagi
pada tahun 2021 sebagai akibat belum sirnanya pandemi covid-19.
Semoga saja pandemi covid-19 yang konon pertama
kalinya berasal dari Wuhan-China tersebut segera berlalu. Dengan demikian,
kehidupan kita bisa normal dan perekonomian pun lancar kembali. Semoga.
Penulis, adalah, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD
Provinsi Jabar