Rohaniawan asal Selor NTT dan Pontianak yang setia melayani di Kenya
Jakarta.Internationalmedia.id.-“Penyakit yang kami
tangani sehari-hari di sini macam-macam, mulai dari pilek, tifus, hingga kanker
dan belakangan ini covid," tutur Suster Yoseftine menjelaskan kasus yang
biasa ia hadapi setiap harinya.
Sr. Yoseftine merupakan seorang Suster Katolik asal
Solor, Nusa Tenggara Timur yang telah mengabdikan diri memberikan layanan
kesehatan kepada masyarakat kurang mampu di Kenya.
Dengan dukungan dari kongregasinya, Putri Reinha
Rosary (PRR), Ia turut membuka sebuah rumah sakit kecil di pinggiran kota
Nairobi.
Kedatangan para suster asal Indonesia ke Kenya
bermula pada tahun 1998 untuk memberikan pelayanan kepada penderita HIV/AIDS
kepada orang-orang di wilayah-wilayah pelosok di Kenya Barat.
Tanpa pamrih, mereka mengabdikan diri untuk melayani
masyarakat. “Banyak orang yang datang berobat ke sini tapi tidak bisa membayar,
tapi tetap kami usahakan untuk layani," ungkap suster yang sudah berada di
Kenya selama 20 tahun tersebut.
Pengalaman serupa juga diungkapkan oleh Suster Yulia
Oyen. “Suster, saya bayar dengan jagung atau arang ya," ujar Suster Yulia
menirukan ucapan salah satu pasien yang tidak sanggup membayar biaya
pengobatan. Suster asal Pontianak tersebut telah 25 tahun mengabdi di Kehancha,
sebuah desa di pelosok barat Kenya.
“Tantangan terberat kami adalah masalah
finansial," ujar Sr. Yoseftine ketika ditanya mengenai kesulitan utama
yang dihadapinya. Ia menuturkan sulitnya menjalankan rumah sakit di tengah
keterbatasan biaya.
Biaya yang dibebankan kepada pasien sudah diupayakan
serendah mungkin, namun sebagian pasien masih saja tetap tidak mampu membayar.
Di sisi lain, dukungan dari donor yang umumnya datang dari negara maju, telah
banyak berkurang jika dibandingkan dengan tahun 90an dan awal 2000.
Tanpa banyak diketahui oleh publik di Indonesia,
saat ini terdapat sekitar 23 suster dan rohaniwan Katolik yang telah mengabdi
untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat di Kenya.
Mereka tersebar di sekitar 8 komunitas di wilayah
yang berbeda. Tidak hanya di bidang kesehatan dan pelayanan keagamaan, mereka
juga ada yang mendirikan sekolah, bahkan pusat rehabilitasi anak jalanan.
Suster dan rohaniawan asal Indonesia yang berada di
Kenya berasal dari beberapa kongregasi (kelompok) yang berbeda, namun tujuan
mereka sama-sama mengabdi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat kurang
mampu sesuai keahlian masing-masing.
Dubes RI Nairobi menyampaikan kekagumannya atas
kerja kemanusiaan para rohaniwan Indonesia. “Kami mengapresiasi tinggi
pengabdian rohaniwan WNI yang telah melayani masyarakat di luar negeri,"
ujar Dubes M. Hery Saripudin.
Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, KBRI Nairobi juga terus memberikan dukungan bagi para rohaniwan.
Sejak tahun 2020 lalu, KBRI Nairobi telah beberapa kali mengirimkan bantuan
berupa masker, hand sanitizer, sarung tangan, dan vitamin untuk menunjang daya
tahan tubuh para rohaniwan tersebut. “salah satu prioritas Pemerintah Pusat dan
KBRI Nairobi adalah perlindungan warga negara Indonesia," tutup Dubes
Hery.(marpa)