Bandung.Internationalmedia.id.-Wakil Gubernur (Wagub)
Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum menyatakan, integritas adalah benteng utama
pencegahan tindak pidana korupsi (tipikor). Dengan integritas, proteksi diri
untuk mencegah tipikor semakin kuat.
Hal itu dikatakan Uu saat menghadiri Penyuluhan Antikorupsi
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin, Kota Bandung, Rabu (31/3/2021),
bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri.
"(Integritas) harus kita jaga, kalau integritas
kita hebat, maka tidak akan terjadi tindak pidana korupsi," kata Uu.
Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar bersama KPK
dan pemerintah kabupaten/kota di Jabar sudah berkomitmen memberantas korupsi
secara terintegrasi. Uu pun mendorong semua pihak untuk menjaga integritas.
Selain itu, Uu mengapresiasi KPK RI yang intens
melakukan penyuluhan antikorupsi. Menurutnya, penyuluhan yang dilakukan secara
masif dapat meningkatkan integritas dan memberantas korupsi, terutama di
daerah-daerah.
"Saya ucapkan terima kasih kepada Ketua KPK
yang sudah datang ke wilayah Jawa Barat, termasuk juga KPK sangat gencar
memberikan penyuluhan antikorupsi," tuturnya.
Wagub menuturkan, Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
di lingkungan Pemda Provinsi Jabar sudah mendeklarasikan dan menandatangani
pakta integritas terkait Pencanangan Komitmen Pembangunan Zona Integritas di
Lingkungan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat.
"Ini adalah langkah baik dari KPK dalam rangka
pencegahan korupsi," tuturnya.
Uu pun berujar, pihaknya berkomitmen penuh dalam
pencegahan korupsi dan akan menindaklanjuti program-program yang dicanangkan
KPK RI.
Ketua KPK Firli Bahuri memaparkan tujuh jenis
kelompok tipikor berdasarkan Undang-Undang. Pertama, perbuatan yang merugikan
negara. Kedua, suap. Ketiga, gratifikasi. Keempat, penggelapan dalam jabatan.
Kelima, pemerasan. Keenam, perbuatan curang. Ketujuh, benturan kepentingan
dalam pengadaan.
Firli juga mengatakan, dari tujuh cabang korupsi
tersebut, terbagi lagi menjadi sekira 30 rupa pelanggaran. Hal itu, katanya,
harus dipahami setiap aparatur, penyelenggara negara, dan para pemangku
kepentingan lainnya.
"Perluasan tindakan korupsi menjadi lebar,
kalau dulu hanya perbuatan merugikan keuangan negara. Sekarang tindak pidana
korupsi ada tujuh jenis dan 30 rupa," kata Firli.
Adapun hal yang paling banyak menjerat para pejabat
di antaranya adalah menerima hadiah. Sebab pemberian hadiah, disadari atau
tidak, berpotensi mempengaruhi seorang pejabat untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan.
"Betul Anda tidak melakukan perbuatan merugikan
negara. Tetapi anda menerima hadiah atau janji dari seseorang agar menggerakkan
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu," ujar Firli.
Firli pun mengakui bahwa dalam upaya pemberantasan
korupsi, KPK tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan berbagai pihak di
berbagai tingkatan. Mulai dari daerah hingga pusat, termasuk peran aktif dari
masyarakat.
Berbicara potensi, Firli mengatakan bahwa setidaknya
terdapat enam faktor yang memicu seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Di
antaranya karena keserakahan, kesempatan, kebutuhan, merasa hukumannya rendah,
karena lemahnya sistem, dan rendahnya integritas.
Dalam pemberantasan korupsi, KPK memiliki tiga
strategi. Pertama, KPK melakukan pendidikan masyarakat dengan sasarannya adalah
jejaring pendidikan, calon dan aparatur negara, para politisi, penyelenggara
negara, serta para pengusaha. Kedua, menguatkan pencegahan. Ketiga adalah
penindakan.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan HAM RI, Reinhard Silitonga, menyambut baik penyuluhan antikorupsi di
lingkungan lembaga permasyarakat.
"Sosialisasi penyuluhan antikorupsi di lembaga
permasyarakatan kami menyambut baik," ungkap Reinhard.
Menurut Reinhard, salah satu tujuan dari pembinaan
di lembaga permasyarakatan adalah warga binaan menyadari perbuatannya. Selain
itu, pembinaan juga penting agar warga binaan memperbaiki diri, serta tidak
mengulangi perbuatannya.(Ter)