Bandung.Internationalmedia.id.-Gubernur Jawa Barat
(Jabar) Ridwan Kamil menyatakan, dengan jumlah penduduk
nyaris 50 juta, Jabar dituntut untuk terus berinovasi dalam pengelolaan Sumber
Daya Alam (SDA). Mulai dari air, tanah, sampai bahan bakar. Mulai
dari air, tanah, sampai bahan bakar.
"Semua permasalahan lingkungan ini dimulai dari
adanya tekanan atau over populations yang menyebabkan semua berebut sumber daya
lingkungan," kata Gubernur pada acara pemaparan penanganan dan pembangunan
infrastruktur lingkungan di Jabar dalam Indonesia-Japan Environmental Week via
konferensi video dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (14/1/2021).
"Sehari-hari saya tentu membuat
kebijakan-kebijakan bagaimana penggunaan sumber daya tidak merusak
lingkungan," imbuhnya.
Selain itu, kata Gubernur, perubahan iklim yang
menjadi isu global berdampak pada kondisi lingkungan di Jabar. Perubahan iklim
ini dapat meningkatkan potensi terjadinya bencana.
"Kami punya permasalahan bencana alam di Jabar
bagian selatan, potensi tsunami semakin banyak, cuaca ekstrim juga sering
melanda," ucapnya.
Menurut Gubernur, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi
Jabar menyiapkan cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana
(resilience culture province). Budaya Tangguh Bencana Jabar ini akan ditanamkan
kepada seluruh warga melalui pendidikan sekolah sejak dini hingga pelatihan.
"Jadi ini adalah sebuah budaya seperti di
Jepang. Bagaimana kami harus siap menghadapi kebencanaan lingkungan melalui
pendekatan multidimensi, termasuk pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah,"
katanya.
Dalam Indonesia-Japan Environmental Week, Gubernur
juga mengatakan bahwa pencemaran Sungai Citarum menjadi salah satu permasalahan
lingkungan di Jabar. Dengan adanya program Citarum Harum, penanganan Sungai
Citarum diharapkan berjalan optimal.
Sebagai Komandan Satuan Tugas (Satgas) Citarum
Harum, Gubernur melaporkan bahwa saat ini Sungai Citarum terus mengalami
perbaikan, dari tercemar sangat berat menjadi tercemar ringan.
"Pemerintah pusat menargetkan tujuh tahun
sungai itu harus bersih dan di tahun ketiga ini semenjak pencanganan Citarum
Harum dan turunnya Perpres pada tahun 2018, saya laporkan awalnya status Sungai
Citarum tercemar sangat berat sekarang statusnya membaik menjadi tercemar
ringan," ucapnya.
Menurut Gubernur, dalam menangani Sungai Citarum,
pihaknya menerapkan konsep Pentahelix, yaitu kolaborasi ABCGM (akademisi,
bisnis, komunitas, pemerintah, media).
"Keberhasilan penanganan Citarum ini sekarang
kami terapkan juga ke sungai-sungai tercemar lainnya. Salah satunya Sungai
Cilamaya yang memiliki permasalahan sama dengan Citarum, banyak permukiman dan
industri di sepanjang Daerah Alirah Sungai (DAS) sehingga kotor dan
tercemar," katanya.
Gubernur pun berkomitmen di era kepemimpinannya,
sungai-sungai di seluruh Jabar bisa kembali bersih. "Mudah-mudahan
Pemerintah Jepang juga bisa turut membantu," ucapnya.
Sementara terkait pembangunan infrastruktur
lingkungan, Pemda Provinsi Jabar sudah menyiapkan program waste to energy, di
antaranya pembangunan Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS)
Lulut Nambo di Kabupaten Bogor dan TPPAS Regional Legok Nangka di Kabupaten
Bandung.
Untuk TPPAS Lulut Nambo, sampah kota diolah menjadi
bahan bakar batu bara yang hasilnya bisa dimanfaatkan oleh pabrik semen. Hal
serupa juga akan dilakukan oleh TPPAS Regional Legok Nangka yang dalam
pelelangan investasinya dibantu oleh Japan International Cooperation Agency
(JICA).
"Kami sudah bertekad di seluruh wilayah Jabar
memiliki fasilitas serupa dan kami juga sudah menyiapkan lima lokasi untuk
mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar atau plastic to fuel intuk industri
berupa solar," kata Gubernur.(Lys)