(Anggota DPRD Provinsi Jabar)
Dampak yang tidak kecil pula menghantui APBD murni 2021 dan setiap APBD berikutnya. Mengapa?.
Covid-19 menjadi pandemi yang melanda seluruh penjuru negeri ini, bahkan seluruh negara di dunia. Virus yang semula berasal dari Wuhan (Cina) tersebut menyebar begitu cepat. Korban pun berjatuhan di mana-mana dan setiap hari pula.
Ketika ada dua orang pertama yang diduga terpapar
covid-19, semua menjadi heboh. Pro dan kontra pun dimulai. Semua orang
menyampaikan pendapatnya, bahkan kerap kali lebih berbau politik.
Setelah itu,
suasana kian rumit. Istilah lockdown pun seolah menjadi menu rutin setiap hari.
Banyak yang mendukung, tetapi tidak sedikit pula
yang menolak. Tarik ulur antara penanganan yang dianggap lebih mementingkan
faktor kesehatan atau faktor ekonomi pun kian alot. Lalu muncul istilah PSBB
(pembatasan sosial berskala besar) yang juga tidak kalah ramai diperdebatkan.
Demi menangani pandemi, pada tanggal 31 Maret 2020
Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19)
dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perpu tersebut kemudian dikuatkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2020 dengan judul yang sama persis pada tanggal 18 Mei 2020. Hal itu
menunjukkan segala langkah diarahkan untuk menanggulangi pandemi covid-19.
Undang-Undang Nomor 2 memberikan keleluasaan kepada
setiap kepala daerah untuk melakukan langkah-langkah strategis terkait penanganan
pandemi covid-19 sesuai kebutuhannya.
Hasilnya, APBD Jabar mengalami lima kali perubahan
akibat refocusing segala program/kegiatan yang disertai realokasi anggaran. Hal
itu merupakan konsekuensi logis ketika pihak eksekutif (Gubernur Ridwan Kamil)
mengalokasikan sekitar Rp 6 triliun lebih untuk penanganan masalah kesehatan
dan jaring pengaman sosial (social safety net).
Dana sebesar itu mau tidak mau pasti menggeser
banyak pos belanja. Tidak heran kalau kemudian mayoritas organisasi perangkat
daerah (OPD) terkena sinkronisasi, anggarannya "dikurud". Rata-rata
anggaran tersisa di bawah 30 persen.
Ternyata pada APBD perubahan 2020 fiscal gap kian
lebar menganga. Pada saat seperti itu Pemerintah Pusat memunculkan penawaran
utang (pinjaman) ke daerah yang terdampak sangat parah, termasuk Jabar.
Meskipun langkah-langkah yang ditempuh sebenarnya
tidak mudah, Jabar akhirnya berutang. Itulah untuk pertama kalinya dalam
sejarah Jabar berutang. Utang diberikan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur
(SMI), salah satu Badan Usaha Milik Negara.
Total utang Jabar adalah Rp 4 triliun. Rp 1,8
triliun untuk APBD Perubahan 2020 dan Rp 2,2 triliun untuk APBD Murni 2021.
Utang tersebut memang tidak dikenai bunga. Jabar "hanya" dibebani
biaya provisi 1% (Rp 40 miliar) dan biaya administrasi 0,185% (Rp 7,4 miliar).
Dengan demikian, 48 juta penduduk Jabar sudah
memiliki utang, tanpa kecuali.
Sejatinya utang daerah diperuntukkan guna mendorong
recovery perekonomian yang terkontraksi cukup dalam. Itu sebabnya namanya: Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN). Program dan kegiatannya pun sudah diarahkan pada
program dan kegiatan tertentu.
Bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020,
semua usulan program/kegiatan yang akan dibiayai dana PEN harus diberitahukan
ke DPRD maksimal 5 hari sesudah pengajuan.
DPRD Jabar bersepakat meloloskan anggaran PEN untuk
APBD Perubahan 2020. Untuk program/kegiatan APBD Murni 2021, semua akan dikaji
ulang. Sayangnya, tidak satu pun terjadi. Alasan utamanya: waktu tidak
memungkinkan.
Utang Rp 4 triliun akan dikembalikan selama delapan
tahun. Berarti, selama 8 tahun tersebut akan muncul nomenklatur baru:
Pengembalian Pinjaman Daerah (Utang).
Semoga saja pemanfaatan utang tersebut sesuai dengan
peruntukannya sehingga pemulihan ekonomi Jabar cepat terwujud. Oleh karena itu,
pengawasan ekstra-ketat perlu dilakukan pada setiap program/kegiatannya. Utang
tersebut selain menjadi warisan bagi warga Jabar, juga akan menjadi warisan
untuk gubernur dan DPRD Provinsi Jabar berikutnya.(*)