Daily Mail |
Jakarta.Internationalmedia.id.-Hari ini, 11
September 2001 atau tepat 19 tahun lalu menjadi momen yang tak juga hilang dari
ingatan Matt Campbell. Warga Inggris itu kehilangan saudara laki-lakinya, Geoff yang tewas dalam serangan aksi kamikaze
fanatik Al Qaeda.
Membajak pesawat, mereka menghantam sisi Menara
Kembar World Trade Centre (WTC) NYC, AS
hingga rata dengan tanah. Saat pesawat teroris menghantam gedung, Geoff tengah
menghadiri pertemuan di lantai 106 North Tower, tak jauh dari kediamannya di
Manhattan.
Bersama Geoff, tak kurang dari 3.000 nama lainnya
turut menjadi korban teror yang diklaim dilakukan atas perintah Osama bin
Laden.
Dikutip dari DailyMail belum lama ini, Matt yang
mengetahui saudara kandungnya menjadi korban lewat tes DNA masih tak percaya
dengan keterangan resmi pemerintah AS atas peristiwa yang dikenal dengan
nine-eleven 9/11 tersebut.
Meski rilis mengenai latar dan detail serangan
berkali-kali ditegaskan pemerintah Amerika, nyatanya hal itu sama sekali tak
meredam spekulasi mengenai konspirasi terkait motif dan pelaku sesungguhnya.
Sampai saat ini keterangan resmi menyebut pada 11
September 2001 empat pesawat AS dibajak anggota Al Qaeda, kelompok teror di
bawah komando ekstremis Osama bin Laden. Dua di antaranya menyasar Menara
Kembar New York hingga runtuh dan mengubur hidup-hidup ribuan korban.
Selain Menara Kembar, pesawat lainnya yang menandai
serangan ketiga menyasar markas besar pertahanan AS, Pentagon di Washington DC.
Terakhir
pesawat yang disebut masih dalam satu misi jatuh di Pennsylvania,
menyusul bentrok kekerasan antara para
pembajak dan penumpang.Untuk peristiwa yang keempat diabadikan dalam film
Hollywood, United 93.
Selain itu, meski tak melibatkan pesawat, tujuh jam
setelah insiden jatuhnya pesawat di
Pennsylvania, menara ketiga di kompleks World Trade Centre, yaitu WTC7 kolaps
hanya dalam hitungan tujuh detik.
? Getty Images
Bangunan merah yang hanya berjarak 100 meter dari
Menara Kembar 110 lantai WTC itu tingginya “hanya” 47 lantai. Dalam satu hari
itu, total sedikitnya 2.977 orang tewas.
Presiden AS George W. Bush menanggapinya dengan
keras dan meluncurkan kampanye perang melawan teror global yang berikutnya
memicu invasi ke Irak dengan dukungan
Inggris.
Matt bukan satu-satunya yang menolak keterangan
resmi pemerintahan Bush. Ia menilai masih ada banyak pertanyaan dan sejumlah
keganjilan yang belum terjawab.
“Aku percaya, saudara laki-lakiku bersama ribuan
lainnya menjadi korban pembunuhan pada 9
September 2001 yang hingga kini ditutup-tutupi. Keluargaku masih belum
sepenuhnya melalui tragedi ini tetapi kami takkan berhenti mencari kebenaran,”
ungkapnya.
Survei majalah AS Live Science mengungkap, seperti
Matt sebagian besar orang Amerika atau 53 persen percaya pemerintah AS
menyembunyikan informasi penting
tentang serangan 9/11.
Hal yang juga krusial adalah kesimpulan tim insinyur
Universitas Alaska, dua tahun setelah penelitian Salah satu anomali yang paling
membingungkan adalah fakta tidak ada
satu pun pesawat yang dibajak teroris dicegat oleh jet tempur AS, meskipun ada
banyak waktu untuk melakukannya. Intersep merupakan prosedur wajib di Amerika
jika muncul kecurigaan adanya pembajakan di udara.
Dalam sembilan bulan sebelum 9/11, prosedur tersebut
sedikitnya ada 67 kali intersep tetapi
tidak di hari nahas itu. Hal lainnya, transaksi pasar saham yang tidak biasa
sebelum tragedi.
Volume put option (taruhan pada harga saham yang
jatuh) tercatat sangat tinggi dan dibeli atas nama saham Morgan Stanley Dean
Witter, pemodal internasional yang menempati lantai 22 World Trade Center.
Yang lebih luar biasa adalah volume put option yang
diperdagangkan atas nama American dan United Airlines, penerbangan yang
mengoperasikan empat pesawat yang dibajak teroris.
Reuters/CORBIS |
Untuk saham dua maskapai penerbangan ini, tingkat
perdagangan keduanya naik 1.200 persen tiga hari sebelum bencana. Ketika saham
turun sebagai respons terhadap 9/11, nilai dari opsi keduanya pun berlipat
ganda. Artinya ada yang meraup untung sekitar $ 10 juta atau Rp 148 miliar.
Tapi yang paling membingungkan adalah bagaimana
World Trade Center kolaps dengan “posisi sempurna”. Versi resmi menyebut Menara
Kembar runtuh karena kolom-kolom baja konstruksi meleleh akibat panas dari api
bahan bakar dari dua pesawat yang menghantamnya.
Penjelasan yang sama disampaikan dalam briefing
Gedung Putih, rilis resmi tentang 9/11 hingga hampir setiap film dokumenter.
Namun, tak semua menerimanya dengan alasan ilmiah.
Mereka yang meragukan menyebut baja tidak akan meleleh
sampai mencapai suhu 2.800 F atau 1.537
C. Dan api bahan bakar jet yang menabrak Menara Kembar panasnya tidak melebihi
1.700 F (926 C). Laporan resmi menyatakan panas maksimum baja di menara ketiga
1.100 F (953 C).
Profesor Griffin yakin Menara Kembar sengaja
diledakkan. Ia mengklaim teori kontroversialnya diperkuat kesaksian
langsung petugas pemadam kebakaran di
tempat kejadian.
Dalam catatan verbal 9/11 dari staf Departemen
Pemadam Kebakaran New York yang resmi dipublikasikan, hampir seperempat kru
mendengar ledakan sebelum menara World Trade Center runtuh.
Bersaksi dari Menara Selatan, petugas pemadam
kebakaran Richard Banaciski mengatakan, “Baru saja terjadi ledakan. Sepertinya
mereka meledakkan gedung-gedung ini. Ledakannya memutar seperti ikat pinggang.”
forensik yang menegaskan api saja tidak mungkin
menyebabkan runtuhnya menara WTC7.
Rekan Kenneth, juga mendengarnya. “Ada ledakan di
Menara Selatan. Lantai demi lantai. Kupikir itu bom karena terlihat seperti
sengaja disinkronkan.”
Hal yang sama diungkap Kapten Pemadam Kebakaran
Dennis Tardio.
Aku mendengar ledakan dan saat kulihat ke atas
bangunan meledak dari lantai atas ke bawah, boom, boom, boom. Aku hanya berdiri
takjub. Aku tidak percaya dengan apa
yang kusaksikan. Bangunan itu runtuh."
Fenomena yang sama terjadi pada gedung WTC7 tak jauh
dari Menara Kembar utama yang merupakan kantor dinas rahasia dan pusat komando
darurat wali kota New York Rudy Giuliani yang dibangun dengan jendela
antipeluru.
Tahun 2008, laporan atas perintah pemerintah AS oleh
Institut Standar dan Teknologi Nasional (NIST) menyimpulkan penyelidikan selama
enam tahun terhadap serangan WTC7.
Para pengamat yang diwawancarai televisi hari itu mengatakan ada suara 'bang,
bang, bang' sebelum gedung kolaps. Namun NIST bersikeras tidak ada bukti dari
ledakan yang terkontrol.
Dikatakan runtuhnya gedung dipicu kebakaran di berbagai lantai. Pemanasan balok
lantai dan balok penopang menyebabkan kolom baja pendukung jatuh dan memicu keruntuhan progresif akibat api yang
meruntuhkan bangunan.
Namun insinyur Universitas Alaska Dr J. Leroy Hulsey
menolak penjelasan tadi. Ia menegaskan kebakaran tidak akan dan tidak mungkin
menyebabkan gedung kolaps.
Griffin menambahkan, “Kita diarahkan untuk percaya
bahwa untuk pertama kalinya di alam semesta, gedung bertingkat tinggi dengan
bingkai konstruksi baja dihancurkan oleh api tanpa bantuan bahan peledak.”
Griffin juga menyoroti presisi dari runtuhnya gedung
WTC7 yang horizontal sempurna. Menurutnya keruntuhan seperti ini hanya mungkin
dilakukan oleh perusahaan penghancur gedung profesional kelas dunia.
Apa pun itu, semua pihak bertahan dengan opini dan
alasan pendukung masing-masing. Begitu pun Matt yang kehilangan keluarga
dekatnya. Terakhir ia menyatakan, “Kakakku Geoff dan yang lainnya Aku yakin ada
keterlibatan televisi seperti BBC yang disengaja menutupi fakta sebenarnya
tentang bagaimana ribuan orang meninggal pada hari itu,” pungkasnya.(*)