Kapal-kapal perang Yunani ikut serta dalam latihan militer di Laut Tengah. |
Jakarta.Internationalmedia.id.- Turki mengutuk
pernyataan Presiden Perancis, Emmanuel Macron, yang ikut campur mengenai
konflik antara Ankara dan Athena atas hak eksplorasi Mediterania Timur.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pekan ini,
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan Macron telah membahayakan kepentingan Uni
Eropa dengan sikap individualnya.
Sebelumnya pada hari Kamis (10/9), Macron
mengeluarkan statemen anti-Turki dalam diskusinya bersama Perdana Menteri
Yunani, Kyriakos Mitsotakis.
Macron dan Mitsotakis sama-sama menghadiri pertemuan
MED7 di Pulau Corsica, Perancis, dengan para pemimpin Portugal, Spanyol,
Italia, Siprus dan Malta.
Dalam pertemuan itu Macron mendesak Eropa agar
bersatu dan bersuara jelas terhadap Turki. Bahkan dia menyatakan Ankara bukan
lagi mitra karena tindakannya di Mediterania dan Libya.
"Kami orang Eropa harus jelas dan tegas
terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan dan perilakunya yang tidak dapat
diterima," kata Macron, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (11/9).
Seperti diketahui, ada kekhawatiran akan konflik
yang meletus setelah Turki dan Yunani bersaing untuk menguasai cadangan minyak
dan gas di Mediterania Timur.
Tanggal 10 Agustus lalu Turki mengerahkan kapal
penelitian Oruc Reis dan armada kapal perang pengawal ke perairan antara Siprus
dan Pulau Kastellorizo ??serta Pulau Kreta di Yunani. Bahkan masa tinggal
kapal-kapal tersebut di perairan yang diperebutkan telah diperpanjang sebanyak
tiga kali.
Sementara Yunani menanggapi hal itu dengan
mengadakan latihan angkatan laut dengan beberapa sekutu Uni Eropa dan Uni
Emirat Arab, tidak jauh dari lokasi kapal-kapal Turki di antara Siprus dan
Kreta.
Mitsotakis mengatakan bahwa Uni Eropa harus
menjatuhkan sanksi kepada Turki, kecuali Ankara menarik kekuatan maritimnya
dari wilayah sengketa di Mediterania Timur.
"Akhir bulan ini para pemimpin Uni Eropa akan
bertemu dalam sesi khusus untuk memutuskan bagaimana sikap kami," tulis
Mitsotakis di London Times, Frankfurter Allgemeine Zeitung dari Jerman dan
surat kabar Prancis, Le Monde.
"Jika Turki menolak, saya tidak melihat pilihan
selain sesama pemimpin Eropa untuk menjatuhkan sanksi yang berarti. Karena ini
bukan lagi hanya tentang solidaritas Eropa. Ini tentang mengakui bahwa
kepentingan vital, kepentingan strategis Eropa," sambungnya.
"Masih ada waktu bagi Turki untuk menghindari
sanksi, untuk mengambil langkah mundur, dan untuk memetakan jalan keluar dari
krisis ini. Turki hanya perlu menahan diri dari aktivitas angkatan laut dan
ilmiahnya di perairan yang tidak dibatasi, dan mengekang retorika
agresifnya," tukas Mitsotakis.
Sementara Ankara mengatakan pihaknya memiliki hak
untuk melihat kawasan itu dan menuduh Athena telah mencoba mengambil bagian
sumber daya maritim secara tidak adil.
Duta Besar Turki untuk London, Umut Yalcin, menulis
dalam sebuah surat kepada The Guardian bahwa Ankara siap untuk berdialog.
"Turki telah mengundang pihak-pihak terkait
untuk terlibat dalam negosiasi berdasarkan hukum internasional dan prinsip
keadilan sejak tahun 2003 untuk penetapan zona ekonomi eksklusif. Namun pihak
Yunani tidak pernah terlibat dalam dialog yang tulus. (Mereka) menunda dan menghindari
negosiasi konkret," tulis Yalcin.(*)