Oleh: Lyster Marpaung |
Mereka diberi pemimpin baru yang akan mengawaki perusahaan plat merah ini ke arah yang lebih baik lagi. Mereka gembira mendengar kabar baik itu. Namun, kegembiraan itu tidak lama berlangsung, sirna kegembiraan itu.Mereka sontak.
Kenapa?, tak satupun nama di antara 6 jumlah Direksi
baru tersebut dari kader Pos yang selama ini bekerja keras mempertahankan
eksistensi Pos ditengah ketatnya gempuran
persaingan, derasnya arus informasi, dan kecanggihan teknologi yang tak
terbendung tersebut. Dalam perjalanan operasional Pos kader tetap diutamakan.
Sayang, apa sedemikian parahnya SDM Pos Indonesia
sehingga tidak ada yang layak untuk duduk dijajaran Direksi. Mungkin tidak ada
link politik atau kedekatan dengan pemegang saham. Atau sama sekali tidak ada
yang”berbobot”?.
Tadinya, para kader bisa duduk bersama untuk
memecahkan dan mencari solusi untuk membangkitkan Pos dari keterpurukannya.
Memang, memajukan Pos tidak harus duduk dijajaran Direksi. Namun secara
psikologis berdampak buruk karena mereka bisa menganggap, kinerja mereka
dianggap remeh.
Kemungkinan bisa terjadi kurangnya dukungan/penerimaan
dari pegawai level pimpinan, baik di Pusat, Regional maupun UPT.Direksi saat
ini harus punya kiat yang tepat agar bisa meraih dukungan dari internal Pos.
Ada juga dikalangan insan Pos yang berpendapat
dengan komposisi Direksi baru minus kader ini dijadikan introspeksi bagi para
karyawan. Sebab selama beberapa tahun terakhir ini, hiruk pikuk terjadi didalam
tubuh Pos. Saling menjelek-jelekkan, saling sikut.
Ada yang seolah-olah demi perusahaan dan tak sedikit
pula demi kepentingan pribadi. Tidak ada lagi kekompakan. Mungkin ini salah
satu yang menjadi pertimbangan Pemerintah melalui BUMN sebagai pemegang saham
untuk tidak mendudukkan dulu kader Pos dijajaran Direksi. Bisa dipahami.
Andil Pemerintah
Sudah sejak beberapa tahun ini Pos
Indonesia,terpuruk sampai Pos berhutang Rp 1 triliun lebih. Hutang ini
sebenarnya tidak besar dibandingkan asset Pos Indonesia yang saat ini ada Rp 7
triliun. Sesuai dengan aturan, Pos bisa berhutang hingga Rp 3 triliun.
Keterpurukan Pos Indonesia ini merupakan andil
pemerintah. Selama ini, pemerintah melihat pos “sebelah mata”. Teriakan
karyawan hanya ditampung tanpa direalisasikan. Kasus demi kasus dibiarkan
berlarut-larut tanpa ada penyelesaian yang jelas. Tidak ada keberpihakan
pemerintah. Support pemerintah kepada Pos Indonesia Wanprestasi.
Contoh, Pos Indonesia masih melayani Layanan Pos
Universal yang merupakan PSO(Public Service Obligation) dari pemerintah.
Berbeda dengan PSO yang diberikan kepada BUMN lain, pemerintah tidak memberikan
penggantian subsidi secara utuh.Pemberiannya dicicil pula. Semisal Rp 700
miliar/tahun, bisa dicicil beberapa kali.
Kemudian, UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos.
Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos. Pasal itu
melegitimasi swasta terjun di dunia pos di mana pos adalah layanan komunikasi
tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan
transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum.
Namun liberalisasi itu dinilai PT Pos Indonesia
menjadi simalakama. Di sisi lain swasta hanya mengambil jalur yang
menguntungkan, tetapi PT Pos Indonesia harus meng-cover seluruh Indonesia,
termasuk jalur ekspedisi yang merugikan secara bisnis.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa
penyelenggaraan pos dapat dilaksanakan oleh siapa pun sepanjang telah memenuhi
kriteria dan persyaratan sebagai badan usaha yang menyelenggarakan pos.
Akibatnya, PT Pos Indonesia kehilangan hak
eksklusifnya sebagai pos negara. Dan bahkan menjadi tidak ada bedanya dengan
penyelenggara pos non-negara. Di sisi lain, PT Pos Indonesia sebagai pos negara
masih dibebani kewajiban menyelenggarakan pelayanan umum. Masalah ini, kini
digugat di Mahkam Konsitusi(MK). PT Pos Indonesia minta MK Hapus UU Pos
tersebut.
Atas permasalahan rumit yang terjadi dalam tubuh pos
ini, apakah para karyawan akan membiarkan para Direksi yang baru ini jalan
sendiri-sendiri dengan para karyawan.
Tidak, 273 tahun Pos Indonsia hadir melayani di negeri ini belum pernah hal
semacam itu terjadi dan tidak akan terjadi.
Apapun itu, mari kita berikan kesempatan kepada 6
direksi baru ini untuk bekerja. Bila dilihat dari pengalaman kerja
masing-masing mereka, cukup potensial, profesional pada bidang mereka
masing-masing, Pasti bisa diandalkan membangkitkan Pos dari keterpurukannya.
Inilah Susunan dan nama-nama Direksi baru Pos
Indonesia minus kader tersebut.
Faizal Rochmad Djoemadi (Dir Utama) Sebelumnya :
Direktur Digital Business dari Telkom setelah sebelumnya menjadi Direktur Utama
Telekomunikasi Indonesia International.
Tonggo Marbun (Dir SDM & Umum) Sebelumnya :
Senior Vice President Human Capital Engagement at PT Bank Mandiri (Persero)
Tbk.
Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman (Dir Keu) Sebelumnya
: Komisaris Independenden PT Zurich, Ex Chief Executive Officer at Bank
Muamalat Indonesia Tbk
Nezar Patria (Dir Kelembagaan) sebelumnya : Pemimpin
Redaksi The Jakarta Post.
Hariadi (Dir Kurir & Logistik) sebelumnya :
Director at Quantium Solutions Logistics Indonesia (Part of Singapore Post
Group)
Direksi Lama: Charles Sitorus (Dir Jaringan &
Layanan Keuangan) sebelumnya menjabat sbg DIrektur Komersil. (Penulis, adalah
wartawan/Penikmat Pos, tinggal di Bandung)