Mediasi di atas Tikar |
Toba.Internationalmedia.id.- Badan Pelaksana Otorita
Danau Toba (BPODT) terus melakukan upaya persuasif kepada masyarakat yang
terdampak pembangunan di atas Lahan Zona Otorita Toba, Kabupaten Toba,
khususnya di Desa Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata.
BPODT melakukan mediasi dengan Mangatas Butarbutar,
yang mengklaim hak ulayat lahan mereka masuk dalam zona otorita. Mediasi yang
difasilitasi Pemkab Toba itu dilakukan di The Kaldera Toba Nomadic Escape.
Mediasi mengulas soal 28 bangunan tidak berizin di
lahan otorita di Desa Pardamean Sibisa.
Dalam pertemuan itu, BPODT menawarkan biaya
pembersihan bangunan jika masyarakat mau menertibkannya sendiri. Untuk bangunan
non permanen, sejumlah Rp 5 juta dan bangunan permanen Rp 20 juta.
“Pemilik rumah tanpa izin, tidak bersedia mebongkar
sendiri bangunannya. Walaupun sudah ditawarkan oleh BPODT,” kata Sekretaris
Daerah Kabupaten Toba Audy Murphy Sitorus, Kamis (27/8).
“Pemkab Toba pun terus melakukan komunikasi dengan
masyarakat. Supaya pembangunan di lahan itu bisa terus dilanjutkan,”
sambungnya.
Audy menuturkan, jika kelompok Mangatas Butarbutar
bukan merupakan masyarakat yang tinggal di Pardamean Sibisa. Lahan itu, kata
Audy, sudah diserahkan ke Jawatan Kehutanan (kini KLHK) pada 1952 lalu.
“Prinsipnya pembangunan ini untuk kesejahteraan
masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, Mangatas mengatakan, pihaknya tetap bersikukuh
untuk menuntut ganti untung lahan yang masuk klaim hak ulayat mereka.
Bahkan, masalah lahan ini sudah dibawa ke ranah
hukum untuk membatalkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diterbitkan
Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepada BOPDT
seluas 279 Ha.
Dalam prosesnya, putusan Majelis Hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Medan tidak menerima semua gugatan yang dilayangkan
kelompok Mangatas. Namun Mangatas melanjutkan perkara itu hingga tahapan
kasasi.
“Tuntutan yang kami harapkan, kalau memang ini mau
digunakan, bagaimana pemerintah menyelesaikannya. Kalau sesuai dokumen Amdal,
di situ diperintahkan ganti untung, apabila masyarakat terdampak dan diberikan
kompensasi yang layak,” tegasnya.
Direktur Keuangan Umum dan Komunikasi Publik BPODT,
Bambang Cahyo Murdoko menjelaskan, jauh sebelum mediasi, sudah melakukan
imbauan tertulis agar masyarakat menertibkan bangunannya sendiri.
Itu sudah dilakukan mulai 6 Juni 2019, 10 Juni 2019
hingga yang terakhir pada 11 Agustus 2020. “Kami juga sudah memberikan tenggat
waktu sampai 21 Agustus 2020,” jelasnya.
Bambang menyampaikan, pemerintah tidak bisa
mengabulkan ganti untung lahan kepada masyarakat. Karena akan bertentangan
dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan dalam rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.
“Karena itu merupakan lahan milik negara,” ujarnya.
Soal kompensasi bangunan, BPODT pun tidak bisa
melakukannya. Sebabnya, bangunan itu belum berumur di atas 10 tahun. Sehingga
tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Bangunan tanpa izin itu dibangun pada
2018.
Salurkan Rp 25 M
Sebelumnya, BPODT sudah menyalurkan dana kerohiman
untuk pengganti tanaman tegakan kepada 204 orang di atas 255 bidang lahan.
Total dana yang dikucurkan lebih dari Rp25 miliar.
Masing-masing pengelola lahan mendapat dana
kerohiman dengan jumlah variatif. Disesuaikan dengan jumlah tanaman tegakan
yang sudah dihitung tim terpadu bentukan Pemkab Toba. Dari total, 204 orang,
sebanyak 185 orang sudah menerima dana kerohiman itu.
Sampai saat ini, BPODT belum menentukan kapan akan
melakukan penertiban 28 bangunan tak berizin itu. Mereka masih berkoordinasi
dengan pemerintah setempat ihwal solusi terbaiknya.
“Prosedur nya sudah kita lakukan dengan benar. Jadi
kami sudah memberikan imbauan tapi tidak diindahkan. Kami selalu koordinasi
dengan Pemkab untuk solusi terbaik,” kata Bambang.
Ia menambahkan, nantinya Toba Caldera Resort akan
dibangun seperti di Nusa Dua Bali. Kawasan itu akan menjadi salah satu
primadona destinasi di Toba.
Berbagai fasilitas dibangun di sana. Mulai dari
hotel, MICE, rumah sakit dan lainnya dibangun di sana.
“Kita akan melibatkan masyarakat setempat, untuk
sama-sama meningkatkan kesejahteraan,” tambahnya.
Pihaknya juga berkomitmen melakukan pengembangan di
sejumlah desa di lahan otorita. Setelah ditetapkannya Danau Toba sebagai bagian
dari UNESCO Global Geoprak (UGG), pemerintah pun terus menggenjot pembangunan
di sana.(Ung)