Wakil Koordinator Sub Divisi Kebijakan dan Kajian Epidemiologi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Bony Wiem Lestari. (Foto: Humas Disdik) |
Bandung.Internationalmedia.id.- Gubernur
Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memutuskan perpanjangan Keempat
Pemberlakuan PSBB secara Proporsional di Wilayah Bodebek hingga 31 Agustus 2020.
Perpanjangan ini dituangkan dalam Keputusan Gubernur
(Kepgub) Jabar Nomor:443/Kep.441-Hukham/2020 tentang Perpanjangan Keempat
Pemberlakuan PSBB secara Proporsional di Wilayah Bodebek.
Dengan Kepgub
tersebut, PSBB secara proporsional kawasan Bodebek diperpanjang.
Perpanjangan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) secara proporsional di wilayah Bodebek (Kota Bogor, Depok, Bekasi,
Kabupaten Bogor, dan Bekasi) harus disertai dengan penerapan protokol kesehatan
yang ketat.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan
COVID-19 Jabar --selanjutnya ditulis Gugus Tugas Jabar-- Daud Achmad
mengatakan, dalam Kepgub itu, kepala daerah wilayah Bodebek dapat menerapkan
PSBB secara proporsional sesuai dengan level kewaspadaan daerah.
"Pemberlakuan PSBB secara proporsional
disesuaikan dengan kewaspadaan daerah di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan
dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM)," kata Daud, Selasa
(18/8/20).
Keputusan perpanjangan PSBB secara proporsional
wilayah Bodebek diselaraskan dengan kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang
memperpanjang PSBB transisi sampai 13 Agustus 2020. Keputusan didasarkan juga
pada berbagai hasil kajian epidemiologi.
Wakil Koordinator Sub Divisi Kebijakan dan Kajian
Epidemiologi Gugus Tugas Jabar Bony Wiem Lestari mengatakan, peningkatan kasus
terkonfirmasi positif COVID-19 di kawasan Bodebek terus terjadi. Salah satu
faktornya muncul klaster keluarga di kawasan tersebut.
Berdasarkan data PIKOBAR (Pusat Informasi dan
Koordinasi COVID-19 Jabar) pada Selasa (18/8/20) pukul 15:00 WIB, jika
diakumulasikan, kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dalam tujuh hari terakhir
bertambah 666.
Dikatakan, ada penambahan kasus yang cukup banyak.
Jadi, angka reproduksi efektifnya (Rt) juga naik.
Kemudian, ada banyak klaster perkantoran yang
sebetulnya mereka berkantor di Jakarta, kemudian menularkan ke anggota keluarga
yang tinggal serumah. Jadi klaster rumah tangga. Kemarin cukup banyak kasusnya,
katanya.
Munculnya transmisi rumah tangga (household
transmission) terjadi juga di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan New
Zealand. Pembatasan mobilitas masyarakat, kata ia, menjadi salah satu kunci
untuk menekan potensi klaster keluarga.
Pelacakan kontak erat pun harus dilakukan secara
masif. Bony mengatakan, isolasi maupun karantina mandiri wajib dilakukan kontak
erat sebelum hasil swab test keluar. Tujuannya supaya sebaran SARS-CoV-2, virus
penyebab COVID-19, tidak meluas.
"Kalau tidak cepat dilakukan tes, lacak, dan
isolasi, kontak erat dari kasus positif berpotensi menjadi sumber penularan
karena melakukan kegiatan di luar rumah. Selama mobilitas orang tidak bisa
dibatasi, penularan akan terus terjadi dan sulit untuk dicegah," ucapnya.
Bony menyatakan, masyarakat adalah garda terdepan
melawan COVID-19. Banyak bukti ilmiah menunjukkan, penerapan protokol kesehatan
efektif cegah penularan COVID-19.
Penerapan protokol kesehatan dengan ketat di
perkantoran, menurut Bony, harus dilakukan. Salah satunya dengan membentuk
Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 di perkantoran. Nantinya, Satgas COVID-19
memastikan karyawan yang masuk dalam keadaan sehat dan protokol kesehatan
diterapkan dengan sebaik mungkin.
"Idealnya, perkantoran atau perusahaan atau
bisnis apapun yang masih ada pelayanan tatap muka atau kegiatan tatap muka,
sebisa mungkin membentuk Satgas COVID-19.
Jadi, Satgas COVID-19 ini penting untuk memastikan
setiap lokasi memiliki dan menerapkan protokol kesehatan. Artinya ada ketentuan
tertulis, ada sarana prasarana yang disiapkan," katanya.(Lys)