Ilustrasi |
Jakarta.Internationalmedia.id.- Kepala Divisi
Surveilans dan Uji Klinik Bio Farma Novilia Sjafri Bachtiar mengatakan uji
klinis kandidat vaksin COVID-19 di Indonesia dilakukan dengan tujuan untuk
mempercepat ditemukannya vaksin sehingga bisa segera digunakan pada masyarakat
untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Kenapa uji klinis di Indonesia? Karena ini
untuk mempercepat akses kita ke vaksin," kata Kepala Divisi Surveilans dan
Uji Klinik Bio Farma Novilia Sjafri Bachtiar dalam seminar virtual, Jakarta,
Rabu.
Novilia menuturkan dengan melakukan uji klinis di
Indonesia, maka diharapkan dapat diperoleh vaksin yang benar-benar sesuai
dengan masyarakat Indonesia.
Bio Farma bekerja sama dengan Sinovac asal China
untuk melakukan uji klinis kandidat vaksin tahap III. Vaksin tersebut berbasis
virus yang di-inaktifkan (inactovated) atau dimatikan.
Kandidat vaksin COVID-19 buatan Sinovac itu sudah
masuk tahap uji klinis III di Brazil dan Bangladesh, dan akan dilakukan di
Indonesia yang rencananya pada Agustus 2020.
Vaksin berbasis virus yang diinaktifkan itu dipilih
karena teknologinya sudah dikenal dan digunakan di dunia cukup lama, tidak
perlu menggunakan alat injeksi khusus (special injection device), dan sudah
"advance" dalam daftar kandidat vaksin COVID-19 Badan Kesehatan Dunia
(WHO).
Novilia mengatakan pihaknya bekerja sama dengan
Sinovac karena sejumlah alasan diantaranya Sinovac dinilai sudah memiliki
pengalaman dalam pengembangan vaksin SARS dan H1N1, sudah memiliki produk
"inactivated", dan sudah memiliki produk yang mendapat kualifikasi
dari WHO.
Novilia menuturkan vaksin dibuat untuk mencegah
penyakit infeksi yang menimbulkan penyakit yang fatal yang mengakibatkan
kematian atau cacat, yang sangat cepat menular, dan dengan beban penyakit yang
tinggi.
Imunisasi dengan memberikan vaksin kepada masyarakat
bermanfaat untuk menciptakan kekebalan global atau herd immunity.
Dia menuturkan tantangan dalam pengembangan vaksin
yaitu teknologi, biaya yang mahal, proses produksi yang membutuhkan pendanaan
dan kapasitas yang besar dan penerimaan vaksin karena dikaitkan dengan isu
keamanan dan halal.
"Uji klinis pada umumnya bertujuan untuk
evaluasi aspek keamanan, respon imun dan efikasi dari vaksin," katanya.
Sediaan vaksin mengandung komponen yakni antigen,
ajuvan, stabilizer, dan eksipien atau bahan pembantu lain.
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia, hingga
28 Juli 2020 ada sebanyak 25 kandidat vaksin yang masuk tahap uji klinis, dan
139 kandidat vaksin dalam tahap praklinis.
Vaksin yang masuk uji klinis tahap III saat ini
adalah buatan Universitas Oxford/AstraZeneca, Sinovac, Wuhan Institute of
Biological Products/Sinopharm, Beijing Institute of Biological
Products/Sinopharm, Moderna/NIAID, BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer.(*)